apahabar.com, BANJARMASIN – Pertanyakan kejelasan status kepemilikan lahan, sejumlah warga Kelurahan Kuin Cerucuk, datangi DPRD Kota Banjarmasin, Jumat (15/2/2019) pagi.
Warga Kelurahan Kuin Cerucuk mengadu ke DPRD Kota Banjarmasin, guna meminta lahan yang berstatus Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Banjarmasin, diubah menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM).
Banyak warga yang cemburu, akibat sebagian sertifikat yang dikeluarkan BPN sebagian berstatus Sertifikat Hak Milik (SHM) dan sebagian lagi statusnya Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), dengan posisi lahan yang berdekatan.
“Bagaimana patokan yang diambil pemerintah, dengan wilayah sama, rumah bersebelahan, tapi ada yang dapat dan tidak, kami bingung dan cemburu kenapa ada perbedaan,” ucap Wakil Ketua Dewan Kelurahan Kuin Cerucuk Banjarmasin, Syahruddin kepada wartawan.
Baca Juga: Pindah Memilih di Akhir Waktu, Berpotensi Kehilangan Hak Suara
Syahruddin mengakui, ketentuan Perda RT/RW yang ada seperti masalah wilayah yang masuk dalam kawasan hijau dan Industri memang harus dipatuhi. Namun hal tersebut tidak bisa menjadi alasan timbulnya perbedaan status pemukiman yang mereka huni.
“Semoga pihak PPN dan pemerintah setempat yang berjanji akan mencarikan solusinya cepat terlaksana, dan semoga ini cepat diselesaikan, sehingga kami tidak bingung lagi,” harapnya.
Menanggapi hal tersebut Kasi, Infrastruktur Pertanahan BPN Banjarmasin, Didik Prasetyo Widiyanto menjelaskan, sertifikat status SHGB yang dikeluarkan sesuai dengan mekanisme penerbitan dan perda yang berlaku, namun nanti pastinya ada peningkatan hak, sehingga warga nantinya mendapatkan sertifikat hak milik sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
“Peningkatan hak milik ini merupakan salah satu pelayanan yang diberikan BPN, biayanya sekitar Rp 50 ribu. Bisa dilaksanakan secara kolektif, atau kami yang langsung mendatangi warga untuk prosesnya,” ujarnya.
“Apakah ini tidak berbenturan dengan Perda RT/RW jika ini menjadi SHM? untuk kepemilikan dan penguasaannya, ini masih sejalan dengan ndang-undang agraria. Kami mengakui hak mereka, apalagi ini sebelum Perda RT/RW dikeluarkan. Terkait pemanfaatannya baru mengacu ke RTRW,” tambah Didik.
Baca Juga: Ingat, 1 Maret Jalan Piere Tendean Berlakukan Sistem Satu Arah
Reporter: Tania Anggrainy
Editor: Aprianoor