Oleh: Ahya Firmansyah
apahabar.com, BANJARMASIN – Sangat beruntung warga Kalimantan Selatan memiliki ulama sekaliber Syekh Kasyful Anwar. Selain Syekh Muhammad Arsyad, ulama yang satu ini adalah pemicu bertebarannya ulama di Kalimantan Selatan.
Syekh Kasyful Anwar lahir di Desa Kampung Melayu, Martapura, 4 Rajab 1304 H/29 Maret 1887. Beliau adalah ulama asal Martapura yang dilahirkan pada permulaan abad ke-20 dan dikenal sebagai peletak dasar dibentuknya sistem pendidikan formal Pondok Pesantren Darussalam, Martapura dari semula berbentuk majelis Ta’lim.
Syekh Muhammad Kasyful Anwar adalah putra KH Ismail bin Muhammad Arsyad bin Muhammad Sholeh bin Badruddin bin Maulana Kamaluddin.
Memasuki usia tamyiz, jiwanya sudah dipenuhi dengan cahaya Alquran dan diasuh langsung oleh orang tuanya sendiri. Di masa mudanya beliau tidak belajar di bangku sekolah, karena pada saat itu di Kampung Melayu belum ada madrasah formal.
Beliau menuntut ilmu agama dengan beberapa masyayikh seperti berguru kepada Al-Alim Al-Allamah Syekh Ismail bin Ibrahim bin Muhammad Sholeh bin Mufti Syekh Zainuddin bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Al Alim Al Allamah Syekh Abdullah Khatib bin Muhammad Sholeh bin Hasanuddin bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari.
Pada usia ke-9 tahun, Syekh Muhammad Kasyful Anwar dibawa oleh kakek, nenek dan kedua orang tuanya untuk menunaikan ibadah haji sekaligus memperdalam ilmu agama kepada ulama di Kota Makkah.
Sebagai pendatang yang belum pandai berbahasa Arab, beliau belajar kepada Al-Alim Al-Allamah Syekh Muhamamd Amin bin Qadhi Haji Mahmud bin Asiah binti Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, seorang ulama yang berasal dari Kampung Pasayangan Martapura dan sudah lama menetap di Kota Makkah.
Selama belajar di Makkah beliau berguru dengan ulama-ulama besar seperti Sayyid Ahmad bin Sayyid Abu Bakar Syatha, anak dari pengarang kitab I’anah Al Thalibin, Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas penulis kitab Tadzkirunnas, Syekh Muhammad Ali bin Husein Al-Maliki yang bergelar Sibawaihi pada zamannya (sangat alim dan memiliki berbagai keahlian bidang ilmu), Syekh Umar Hamdan Al-Mahrusi dan banyak lagi ulama-ulama besar yang pernah menjadi guru beliau.
Setiap cabang ilmu yang dipelajari, selalu ditelusuri sanadnya, terutama di bidang fiqih, hadits, wirid, dan hizib-hizib. Di bidang hadits, beliau mempelajari secara langsung sebanyak 40 hadits musalsal yang disusun oleh Syekh Mukhtar Atthatih kepada Syekh Muhammad Ahyad Al Bughuri beserta praktiknya baik memakai sorban, libasul hirqah as-shufiah, dzikir, mushafahah, musyabaqah, munawalatussubhah, dan lainnya yang termaktub di kitab tersebut.
Syekh Muhammad Kasyful Anwar juga mengambil ijazah Dalailul Khairat dan Burdatul Madih Al Mubarakah dari Syekh Muhammad Yahya Abu Liman, Syekh Dalaiul Khairat dengan sanad yang mutthasil kepada penyusun keduanya.
Sepulangnya ke tanah kelahiran, Syekh Muhammad Kasyful Anwar berjuang pada dunia pendidikan sebagai pengajar di Pondok Pesantren Darussalam, Martapura. Beliau menjadi pimpinan pada periode ketiga selama 18 Tahun (1922-1940).
Dalam kepemimpinan beliau terjadi perubahan-perubahan fundamental baik di bidang sistem pendidikan, penyusunan kurikulum, pemberdayaan tenaga pengajar, maupun peningkatan infrastruktur yang meliputi pembangunan sarana dan prasarana fisik bangunan.
Cara pengajian Pesantren Darussalam yang sebelumnya berupa halaqah diubahnya menjadi model pengajaran klasikal dan berjenjang.
Dengan adanya pembaharuan sistem dan metode pendidikan yang dilakukan Syekh Muhammad Kasyful Anwar di Pesantren Darussalam, membuat banyak santri berdatangan dari berbagai daerah di Kalimantan yang belajar di Pesantren Darussalam.
Dalam beberapa tahun saja, para alumnusnya telah tersebar ke berbagai pelosok Kalimantan dan mendapat kepercayaan dari masyarakat kaum muslimin setempat untuk membuka pengajian majelis taklim, mendirikan madrasah, dan pondok pesantren.
Baca Juga: Tiang Datu Ujung yang Dikeramatkan Ternyata Ada Dua
Baca Juga: Masjid Ini Dipercaya Mengeluarkan Minyak, Benarkah?