apahabar.com, MARTAPURA – Masih ingat virus Measles Rubella (MR) yang membuat geger masyarakat Indonesia pada 2018 lalu?
Meski sudah ditemukan vaksin penangkalnya, tetapi di Kabupaten Banjar, imunisasi vaksin Rubella belum selesai sesuai target. Sejauh ini, baru 70 persen dari 95 persen masyarakat yang diimunisasi.
Penyebabnya, sebagian masyarakat enggan mengikuti program imunisasi lantaran vaksin tersebut mengandung enzim babi.
Kendati MUI Pusat sudah menyatakan kehalalannya, tidak semua anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Banjar sepakat soal halalnya vaksin Rubella. Itu terungkap
saat rapat dengar pendapat pada 11 Oktober 2018 lalu.
Di bawah kepemimpinan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Banjar, dr. Diauddin, yang baru menjabat awal Januari lalu, program vaksin MR akan digalakkan lagi.
Untuk itu, dr. Diauddin bersama sejumlah tokoh ulama bersama-sama mendengarkan pendapat dari MUI pusat secara langsung di Jakarta, Selasa (10/3).
Sekretaris Komisi Fatwa MUI pusat, KH. Arwani, menjelaskan sikap MUI sudah jelas: vaksin yang diberikan untuk imunisasi MR hukumnya boleh.
Dia juga membantah adanya kandungan yang berasal dari babi di dalam vaksin. “Yang betul adalah enzim babi, dan hanya untuk katalisatornya saja,” tegasnya.
Apalagi setelah vaksin tersebut melalui proses pembersihan dan berdasarkan uji laboratorium, unsur babi sudah tidak ditemukan lagi.
KH. Arwani menyebutkan sejumlah dalil dan pendapat ulama tentang penggunaan makanan yang berasal dari hal yang haram, tetapi boleh digunakan jika dalam keadaan darurat.
“Namun (penggunaan yang haram untuk pengobatan) sifatnya hanya sementara. Jika nanti ditemukan vaksin yang tak lagi menggunakan enzim babi sebagai katalisator, maka kita wajib menggunakan vaksin baru dan meninggalkan vaksin lama,” terangnya.
Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI pusat, KH Miftahul Huda, menambahkan keluarnya fatwa MUI nomor 33 tahun 2018 tentang penggunaan vaksin MR produk dari SII untuk imunisasi sudah melalui kajian dan meminta pendapat para ulama.
Dia menyebutkan penggunaan vaksin tersebut diperbolehkan dalam keadaan darurat.
“Banyaknya serangan penyakit campak dan rubella hingga menyebabkan puluhan anak-anak di Indonesia meninggal dunia, dan ribuan suspect maka sudah bisa dikatakan darurat,” jelasnya.
“MUI memperbolehkan penggunaan vaksin tersebut, untuk mencegah semakin banyak anak yang terserang penyakit tersebut,” sambungnya lagi.
Sementara dr. Diauddin mengungkapkan saat ini di kalangan masyarakat Kabupaten Banjar masih ada pendapat tentang haramnya penggunaan vaksin MR.
“Makanya kita ajak sejumlah tokoh agama untuk mendengar langsung penjelasan dari MUI pusat, terkait diperbolehkannya penggunaan vaksin MR,” tutur Diauddin.
Diauddin pun berharap penjelasan yang disampaikan MUI pusat, para tokoh agama dan guru agama di Kabupaten Banjar bisa membantu meyakinkan masyarakat tentang diperbolehkannya penggunaan vaksin MR.
Plt. Kemenag Kabupaten Banjar, H. Ahmad Shaufie, yang turut menyimak penjelasan dari MUI pusat berpendapat bolehnya penggunaan vaksin MR untuk imunisasi campak dan rubella sudah sangat jelas.
“Saya sependapat dengan kesimpulan dari Komisi Fatwa MUI pusat bahwa vaksin MR diperbolehkan untuk digunakan sebagai vaksin imunisasi, karena saat ini belum ditemukan vaksin yang halal dan suci,” ujarnya.
Baca Juga: Serahkan di ‘Detik-detik Akhir’, KPU Banjar: Berkas Mada-Ferry Masih Dalam Perhitungan
Baca Juga: Suplai Air di Haul Guru Sekumpul, Pemkab Banjar Serahkan 120 Tandon Air
Reporter: Hendra Lianor
Editor: Puja Mandela