apahabar.com, KOTABARU – Sejak 1998, warga Desa Manunggul Lama, Kotabaru sudah akrab dengan teror buaya liar.
Predator itu berkali-kali menyerang warga bantaran sungai yang beraktivitas. Bahkan, satu orang ditelan hidup-hidup.
Belakangan, insiden ini mengundang perhatian jajaran kepolisian.
Polsek Sungai Durian langsung mengambil langkah cepat agar warganya aman dari terkaman buaya liar.
“Sosialisasi agar warga ekstra waspada kembali akan kami galakan di sana,” ujar AKP Nur Alam, Kapolsek Sungai Durian, kepada apahabar.com, Sabtu (25/7) pagi.
Selain itu, Alam bilang, pemasangan papan peringatan, atau imbauan juga segera dilakukan. Utamanya, di sejumlah titik bantaran sungai yang dinilai rawan.
“Dalam waktu dekat, papan peringatan agar warga mewaspadai serangan buaya liar akan kami pasang di sana,” tutur Alam.
Berdasarkan penelusuran apahabar.com, sejak 1998 silam, buaya liar sudah berkali-kali menyerang warga.
Dari insiden itu, dua orang terluka parah. Satu lainnya bahkan ditelan hidup-hidup oleh predator sang penguasa sungai itu.
“Jadi, sejak 1998 sampai sekarang, sudah ada tiga korban. Dua orang terluka parah. Satu orang lagi ditelan buaya,” ujar Samsi aparat desa setempat, kepada apahabar.com baru tadi.
Samsi menerangkan korban pertama yang ditelan hidup-hidup bernama Agus. Itu terjadi sekitar pertengahan 1998.
Dua tahun kemudian, dua warga yang sedang mandi di sungai juga diserang oleh hewan berdarah dingin itu.
Akibat serangan buaya, satu orang mengalami patah lengan kiri. Beruntung dia akhirnya bisa selamat setelah ditolong warga.
Nah, yang terakhir, baru saja terjadi. Korban bernama Muhammad Mirjani.
Pemuda 18 tahun ini terluka parah di bagian paha usai diserang seekor buaya saat mandi di tepi sungai, Rabu (22/7).
“Untungnya, saat disambar dia berpegangan di tali kelotok, dan melawan sekuat tenaganya,” terang Samsi.
Dari pengalamannya, kebanyakan buaya tersebut tiba-tiba muncul dari dasar sungai sebelum menyerang para korban.
Sejauh ini belum diketahui pasti berapa jumlah populasi buaya itu di sungai itu. apahabar.com masih berupaya menghubungi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat.
Editor: Fariz Fadhillah