apahabar.com, BANJARMASIN – Hilangnya peta sebaran kasus zonasi per kelurahan di kota Banjarmasin menjadi perhatian Pakar Covid-19 dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM).
Anggota Tim Pakar Covid-19 dari ULM Hidayatullah Muttaqin menilai data penyebaran kasus Corona terkesan ditutup-tutupi.
Dia juga mengatakan hal tersebut akan menurunkan tingkat kewaspadaan masyarakat akan virus tersebut.
Padahal, lanjut dia, kewaspadaan masyarakat akan bahaya Corona dan penularannya harus senantiasa dipupuk.
“Dulu mereka bikin zonasi sendiri pada tingkat kelurahan dengan alasan dari Mendagri. Padahal zonasi sesuai SOP satgas pusat hanya sampai tingkat kabupaten dan kota saja,” ujarnya.
Ia menegaskan instruksi Mendagri yang dijadikan alasan menghilangkan peta zonasi penyebaran Corona tidaklah benar.
Karena sepengetahuannya, instruksi Mendagri Nomor 3 Tahun 2021 hanya untuk pelaksanaan PPKM Mikro.
“Tidak ada instruksi menghapus publikasi data perkembangan harian di tingkat kelurahan. Publik punya hak atas data Covid-19,” tegasnya.
Bahkan, kata dia, seharusnya Dinkes menambahkan peta zonasi penyebaran virus hingga ke tingkat RT untuk dipublikasikan. Bukan menghapus semuanya.
Apalagi sekarang ini, kasus Covid-19 di Banjarmasin sedang tinggi. Tidak hanya kasus harian dan kumulatif, tapi juga kasus aktif.
“Transparansi data adalah bagian dari pemberian informasi riil ke publik guna percepatan pengendalian pandemi. Jadi tidak aneh jika sekarang masyarakat semakin tidak peduli Protokol Kesehatan (Prokes) dan Covid-19,” sebutnya.
Ia juga mempertanyakan, website Tracking Covid-19 Banjarmasin yang sudah tidak lagi aktif sejak 15 Desember 2020 lalu.
Padahal melalui situs corona.banjarmasinkota.go.id itu, pihaknya sebagai peneliti lebih mudah mengambil data dibanding data yang ada di Instagram Dinkes.
“Entah kenapa tidak update lagi. Padahal datanya penting,’ tanyanya.
Terakhir, dia menyarankan agar penyebaran kasus pada tingkat kelurahan sebaiknya tidak dibuat peta dengan berbagai warna. Melainkan peta yang warnanya hanya menggambarkan perkembangan kasus saja.
Karena baginya, zona hijau, kuning dan merah pada tingkat kelurahan dapat menjadi bias, lantaran tidak ada pengendalian mobilitas penduduk antar kelurahan di Banjarmasin.
“Misalnya kelurahan A zona hijau, padahal di situ tidak ada jaminan orang yang keluar masuk kelurahan tersebut bebas dari Covid-19,” tuturnya.