apahabar.com, BANJARMASIN – Sejumlah anggota DPRD Banjarmasin terindikasi melakukan pelanggaran etik.
Hal tersebut terungkap setelah Badan kehormatan (BK) DPRD Kota Banjarmasin menggelar rapat tindak lanjut, Kamis (11/2).
“Kami akan tindaklanjuti sesuai proses. Nanti kalau sudah final akan kami laporkan ke pimpinan,” kata Ketua BK DPRD Banjarmasin, Abdul Gais ditemui apahabar.com, usai rapat.
Namun begitu, Gais mengunci rapat daftar nama wakil rakyat tersebut. Termasuk jenis laporan yang mereka tangani.
“Tidak bisa kita buka. Yang jelas laporan dari masyarakat,” ujarnya.
“Sementara kini BK belum bisa sebutkan baik segi laporan maupun oknum anggota yang bersangkutan atas dugaan pelanggaran kode etiknya,” sambungnya saat kembali ditanya oleh awak media ini.
Pun dengan jumlah kasus yang sedang ditangani BK, Gais bergeming. Politikus Demokrat itu tak mau buka-bukaan.
“Tidak bisa kita buka. Sebab dari beberapa laporan itu ada yang bisa ditindaklanjuti dan ada yang tidak,” tutupnya.
Pemerhati Kebijakan Publik Banjarmasin, Muhammad Pazri menyayangkan sikap tertutup BK DPRD Banjarmasin.
“Padahal ada undang-undang keterbukaan informasi publik. Harusnya dibuka, biar publik ikut mengontrol penanganan dugaan pelanggarannya,” ujar Pazri dihubungi apahabar.com
BK merupakan alat kelengkapan dewan yang berfungsi menangani setiap pelanggaran kode etik anggota DPRD.
Sebagai wakil rakyat terpilih, kata dia, keterbukaan BK juga termasuk mandat konstitusional.
“Fungsi representasi wakil rakyat akan berjalan efektif dan berdampak jika DPRD bersikap terbuka,” jelas jebolan Magister Ilmu Hukum, Universitas Lambung Mangkurat itu.
Dalam kerangka akuntabilitas, lanjut Pazri, transparansi merupakan langkah awal.
“Bagaimana mungkin warga konstituen dapat turut berpartisipasi dalam proses kebijakan lalu berkontribusi positif terhadap kinerja wakil mereka jika tidak ada informasi mengenai para wakil yang terpilih, apa yang mereka lakukan dan bagaimana mereka melakukannya,” ujarnya.
Menurutnya, sikap tertutup BK hanya akan menimbulkan spekulasi, dan persepsi negatif publik.
“Tentang DPRD yang “main mata” dengan sejumlah pihak tertentu dalam proses-proses kebijakan. Munculnya berbagai kasus-kasus dugaan-dugaan yang melibatkan sejumlah anggota DPRD belakangan ini, semakin membuka spekulasi tersebut di mata publik. Pada akhirnya ini bertentangan dengan keinginan DPRD untuk membangun citra publik,” ujar Direktur Borneo Law Firm itu.