apahabar.com, MARTAPURA – Sungguh memprihatinkan, 5 makam Sultan Banjar di Kota Martapura tidak terawat bahkan sebagian bangunan kubah sudah mulai rusak.
Makam Sultan Banjar itu terletak di Komplek Pemakaman Murhum Panembahan, belakang Pemkab Banjar atau belakang Kantor DPRD Banjar, Kelurahan Keraton, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar.
Sayangnya akses jalan untuk menuju ke areal makam Sultan Banjar tersebut sangat sulit untuk diakses.
Jalan menuju makam para Sultan Banjar tersebut harus melewati gang sempit selebar 1 meter yang hanya bisa dilewati menggunakan kendaraan roda 2 atau dengan berjalan kaki.
Dari pantauan tim apahabar.com, bentuk arsitektur kubah (bangunan makam) para sangat khas Banjar, berwarna biru dengan kelambu (tirai) berwarna hijau, yang berada tepat di tengah-tengah pemakaman umum warga.
Namun sayangnya kondisi makam Sultan Banjar tersebut, seperti tidak terawat dengan bagian pagar yang terbuat dari kayu ulin sebagian sudah ada yang copot.
Bahkan lantai kubah penuh dengan debu dan juga kotoran binatang, sebagian dari lantai kubah juga sudah ada yang terkelupas karena tidak memakai keramik.
Komplek Pemakaman Murhum Panembahan di Martapura dibandingkan dengan pemakaman Sultan yang ada di Kampung Kuwin Banjarmasin Utara, di sana terdapat makam 3 Sultan Awal, seperti Sultan Suriansyah, Sultan Rahmatullah dan Sultan Hidayatullah. Sedangkan di Martapura, terdapat 5 makam Sultan Banjar.
Dijelaskan oleh Juru Pelestari Cagar Budaya dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Banjar, Gusti Marjanisah Kamis (18/3), berdasarkan keterangan dari zuriat Sultan Banjar, diketahui ada 5 makam Sultan Banjar di lokasi tersebut.
“Pertama yang berkubah hijau adalah Sultan Tahlillullah. Disampingnya ada makam anaknya Sultan Tahmidullah, kemudian makan anaknya yang sulung Sultan Hamidullah dan saudaranya yang kemudian naik tahta di Martapura, yakni Sultan Tamjidillah I,” ujarnya.
Di areal pemakaman tersebut, tidak jauh dari sana ada makam sultan ke VI, yakni Sultan Sa’idullah.
Gusti Marjan mengatakan, ketiga makam Sultan Banjar yang berada satu atap dengan makam Sultan Tahlilullah masih belum memiliki nama hanya berlilitkan kain berwarna kuning di bagian nisan. Hal tersebut mengakibatkan simpang siur terkait nama dan posisi makam.
“Kita berharap ada kepedulian dari pemerintah maupun zuriat untuk memperhatikan makam ini, agar sepenuhnya jadi cagar budaya. Selain itu juga perlu diberi penanda nama, akan tetapi tak bisa dilakukan sepihak,” tuturnya.
Dibeberkan oleh Gusti Marjanisah, para sultan yang terbaring di komplek pemakaman tersebut memiliki kaitan erat dengan Datuk Kelampaian (Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari).
“Berdasarkan cerita manakib beliau (Sultan Tahlillullah, red) yang menjemput Datu Kelampayan saat kecil (umur 7 tahu) untuk tinggal di Istana,” ujarnya.
Tak sampai di sana, Gusti Marjanisah mengatakan, di masa Sultan Tahmidullah, Datu Kelampayan dirawat dan dibesarkan, kemudian disarankan untuk menimba ilmu ke tanah suci Mekkah.
Setelah Datu Kelampayan berangkat, Sultan Tahmidullah wafat pada tahun 1734 M. Kemudian Sultan Tamjidillah I meneruskan untuk membiayai Datu Kelampayan di Mekkah selama 30 tahun lebih.
Pada saat pulang ke tanah air (Martapura), Datu Kelampaian disambut oleh sultan selanjutnya yang bernama Sultan Tahmidillah yang sekarang bermakam di Dalam Pagar, pada tahun 1772 M atau 1186 H.
“Datu Kelampayan setelah pulang dari menuntut ilmu, dijadikan Mufti Besar Kesultanan Banjar dan disarankan oleh Sultan Tahmudillah untuk membuat Kitab Sabilal Muhtadin,” ungkapnya.
Ketua Umum Peduli Makam Al Khairat, Uhibbul Hudda, menambahkan saat ini kondisi makam Sultan Banjar di lokasi tersebut tidak seperti komplek pemakaman para Sultan di daerah lain.
“Sebagai pemerhati makam para Sultan Banjar, kami sangat berharap pemakaman ini mendapatkan perhatian dari pemerintah dan zuriat serta masyarakat, agar bisa dibangun dan dirawat sehingga layak sebagai mana makam Sultan pada umumnya,” katanya.
Tak melulu berharap bantuan pemerintah, Uhibbul Hudda mengatakan pembangunan secara swadaya juga dapat dilakukan, misalnya untuk membangun atang-atang sehingga makam para sultan bisa dikenali.
“Kami berharap, generasi penerus kita, utamanya para zuriat bisa mengetahui makam datu-datunya. Kita juga berharap bisa jadi wisata religius, sehingga Makam Sultan bisa terpelihara dengan baik,” ungkapnya.
Walau kesultanan Banjar telah dibubarkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada 11 Juni 1860 M pada saat perang Banjar, dan Keraton Bumin Kencana dijarah dan pembakaran Kota Martapura yang pada saat itu menjadi ibukota Kesultanan Banjar.
Namun tidak seluruh peninggalan Kesultanan Banjar berhasil dibumi hanguskan Penjajah, salah satu yang tersisa di Kota Serambi Mekah Martapura adalah makam para Sultan Banjar yang bermakam di Murhum Panembahan.