apahabar.com, BANJARMASIN – Masa pandemi Covid-19 menjadi era yang kurang baik bagi sejumlah pengusaha advertising di Kota Banjarmasin.
Terutama saat 10 papan reklame di Jalan Ahmad Yani, Banjarmasin diturunkan oleh Satpol PP karena dianggap melanggar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Undang Undang (UU) Lalu Lintas, serta Perda 2014 dan Peraturan Wali Kota 2016.
Ketua Asosiasi Pengusaha Periklanan Seluruh Indonesia (APPSI) Kalsel Winardi Setiono mengatakan kerugian yang diterima dari satu titik papan reklame yang dicabut pada saat itu kurang lebih Rp 300-400 juta.
Alhasil, penghasilan pengusaha periklanan turun hampir 50 persen.
“Yang kita harapkan dalam suasana pandemi, pemerintah mengambil kebijakan yang bagus. Karena terus terang penghasilan kita turun 50 persen,” ujarnya.
Menurutnya jika pemerintah daerah tetap ngotot mempertahankan kebijakan tersebut, potensi pengusaha gulung tikar sangat besar.
Salah satu rekan Winardi sudah mengalami hal itu. Dia telah menyewakan gudang reklame kepada orang ketiga. Padahal mereka telah mengurangi biaya operasional karyawan sekira 50 persen.
“Kasihan teman teman kita. Dulunya mereka turut menyumbangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada pemerintah,” tegasnya.
Dia memberikan analogi bahwa pengusaha reklame bak anak rajin yang disia-siakan.
“Anak itu dulu rajin membersihkan rumah, tapi sekarang mau diapakan. Makannya dikurangi,” katanya.
Di sisi lain, dia menyambut baik rencana Pemkot dan DPRD Banjarmasin merevisi Peraturan Daerah (Perda) Banjarmasin nomor 16 tahun 2014 tentang penyelenggara reklame dan Perda nomor 24 tahun 10 tentang pajak reklame.
Oleh pemerintah, Perda itu dimaksudkan untuk menata reklame dan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
“Memang sudah lama Perda kita dan harus diperbaiki. Karena Perda yang dulu rancu dan tidak ada kepastian kepada pengusaha reklame,” ucapnya.
Perkara reklame ini sempat panas pada pertengahan 2020. Bahkan kisruh ini membuat Pelaksana tugas Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Banjarmasin dicopot dari jabatannya.