apahabar,com, MARABAHAN – Berambut keriting dan berbadan tegap, membuat Manu Permap menjadi sosok yang menarik perhatian dalam pelepasan kontingen Barito Kuala ke Popda Kalimantan Selatan 2022, Senin (18/7).
Bahkan secara khusus, Bupati Hj Noormiliyani AS mendatangi Manu. Sejurus kemudian mereka terlibat percakapan singkat.
Manu memang bukan asli warga Barito Kuala, bukan pula Kalimantan Selatan. Remaja yang akan memperkuat skuat sepakbola Batola di Popda 2022 ini lahir dan besar di Papua.
“Saya asli dari Papua. Sekarang sudah hampir 2 tahun menetap di Desa Pinang Habang, Kecamatan Wanaraya,” beber Manu.
Perjalanan hidup yang membuat Manu hijrah beribu-ribu kilometer ke Kalsel. Tak cuma tempat lahir, Manu juga meninggalkan orang tua dan sanak keluarga.
Kisah berawal ketika Manu duduk di kelas VIII SMP di Kecamatan Iwur, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua. Manu bertemu seorang petugas kesehatan dari Kalsel bernama Sigit Imanuel.
Suatu waktu Sigit Imanuel menanyakan keputusan Manu setelah lulus dari SMP. Mengingat kondisi di Iwur, Manu pun kebingungan menanggapi pertanyaan sosok yang kerap dipanggilnya Pak Mantri itu.
Lantas Sigit Imanuel yang akan pulang kampung, mengajak Manu ikut serta, sehingga dapat bersekolah di Kalimantan. Lantas atas izin orang tua, Manu pun mengikuti Sigit ke Banjarmasin di awal 2020.
Sebelum diajak Sigit, Manu kerap tinggal di barak TNI maupun Polri di pos penjagaan. Terkadang Manu juga membantu menjadi kuli pangkul logistik dengan upah Rp500 ribu per bulan.
Pun demi bersekolah di Iwur, Manu terpaksa meninggalkan orang tua dan empat saudaranya yang menetap di Digi. Diketahui perjalanan dari Iwur ke Digi harus ditempuh selama sepekan berjalan kaki.
Dilansir dari Okezone, Digi merupakan sebuah desa terpencil di Pegunungan Bintang yang baru ditemukan akhir 2016 oleh Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) RI–Papua Nugini.
Setibanya di Kalsel, tepatnya Batola, Manu tinggal bersama keluarga Sigit di Desa Pinang Habang. Namun tak lama berselang, Pak Mantri kembali mendapat panggilan tugas program Nusantara Sehat di Maluku.
“Saya tinggal bersama orang tua Pak Mantri dan bersekolah di SMA Wanaraya. Tentu senang bisa sekolah, sembari membantu orang tua Pak Mantri di sawah dan kebun,” jelas Manu.
Selama berada di Wanaraya, Manu sempat merasa canggung dengan teman-teman sekitar. Terlebih bahasa dan budaya Papua dengan Kalimantan cukup berbeda.
Namun perlahan Manu mulai mampu beradaptasi dengan lingkungan. Terlebih dengan pembawaan yang murah senyum dan mudah akrab, Manu tak kesulitan bergaul.
“Saya memang belum lancar berbicara Bahasa Banjar. Namun kalau mendengar orang bicara, saya sudah paham,” jelas Manu.