apahabar.com, JAKARTA – Direktur Eksekutif Indonesia Resource Study (IRES), Marwan Batubara mengungkapkan isu mengenai subsidi BBM tidak tepat sasaran sudah biasa dihadapi sejak puluhan tahun yang lalu. Namun, tidak kunjung menemukan solusi dan tidak ada penerapan kebijakan secara konsisten, bahkan hanya dinikmati kalangan tertentu.
“Menjelang pemilu, citra politik tetap terjaga atau menjadi alat untuk mendongkrak citra politik. Yang dilakukan adalah BBM tidak naik, subsidi APBN meningkat, tapi yang menerima subsidi itu lebih banyak orang mampu,” ucap Marwan dalam diskusi publik yang disiarkan secara daring, Rabu (3/8).
Marwan mengatakan bila anggaran subsidi dapat berkurang, hal tersebut dinilainya dapat mengentaskan kemiskinan yang sifatnya sosial. Namun upaya tersebut lebih banyak tersendat dan dinikmati oleh orang mampu.
Karena itu, kata Marwan, sebaiknya ada solusi yang secara konsisten mampu dan mengurangi kepentingan untuk pencitraan politik. Bila upaya tersebut dapat dilakukan, lalu dilanjutkan dnegan mencari kesepakatan kes eluruh unsur dari partai, kalangan ormas atau sebagainya.
“Buktinya waktu Presiden SBY sebagai penguasa, bukan terlalu banyak subsidi di APBN sampai Rp300 triliun, tapi tidak tepat sasaran. Sekarang ini Jokowi sebetulnya sudah ditolong diperiode pertama dengan murahnya harga minyak dunia, sempat malah cuma USD 20,” ujar Marwan.
Lebih lanjut, Marwan berharap pembuatan konsensus nasional dan disepakatilah harga yang bisa berkelanjutan guna adanya dana stabilisasi. Ia juga mengusulkan agar harga BBM dapat dijaga hingga di level tertentu. Sebab, bila terjadi selisih harga, maka sisa dari dana yang dijaga untuk dikeluarkan ketika harga BBM akan naik kembali.
“Jika harga BBM turun, mengikuti turunnya harga minyak dunia, tetap saja dijaga di level tertentu. Lalu kalau ada selisih disimpan, waktu naik jangan ngikutin harga yang tinggi tetapi turunkan dibanding harga perekonomian dengan cara menggunkan dana yang di simpan tadi,” tutupnya. (Resti)